Suradin, penulis pembelajar
Saat duduk di aula lantai dua hotel Marina Inn Kota Bima, tiba-tiba saya dihampiri beberapa perempuan yang saya perkirakan seumuran dengan saya. Saya sedang duduk sendiri saat menunggu acara dimulai ketika mereka datang. Iya, saya sedang menghadiri kegiatan instansi kesehatan, tentu saja topiknya mengenai kesehatan. Saya datang sendiri tanpa ada yang menemani. Maklum saya senang sendiri kalau kemana-mana.
Ketiga wanita ini bernama Windi, Ririn dan Nining. Itu saya tahu ketika mereka memperkenalkan diri. Selebihnya saya tidak tahu. Karena belum dikasih tahu walau pun sebenarnya saya ingin tahu. Tapi mereka tidak berkenan memberi tahu. Jadilah saya tidak benar-benar tahu. Mereka kerja dimana, alamatnya dimana dan datang bersama siapa.
Terkecuali Windi. Kami ngobrol sejenak dengan saling melempar pertanyaan seputaran pekerjaan. Windi ternyata kerja di kantor pariwisata Kabupaten Bima. Ia tidak malu menyebut dirinya masih honorer pada instansi tersebut. Dengan mengenakan jilbab hitam, ia nampak cantik di sapu cahaya lampu ruangan. Namun beberapa menit kemudian, tiba-tiba teman Windi datang dan ikut duduk di samping saya.
Karena duduk di dekat perempuan dengan harum semerbak mewangi, saya tiba-tiba kikuk. Saya agak grogi. Duduk di dekat perempuan membuat saya kehabisan kata-kata. Terlebih perempuan yang tidak saya kenal sebelumnya. Jadilah saya memilih diam dan sesekali menoleh ke samping. Melihat perempuan-perempuan ini tampil anggun, saya cukup terpesona.
Tiba-tiba saya teringat sebuah artikel yang menjelaskan tentang perempuan. Menjadi sesuatu yang umum bahwa perempuan ingin tampil sempurna dalam setiap kesempatan. Mereka ingin terlihat anggun. Sehingga tidak heran jika berdandan, perempuan akan terasa lama. Karena mereka tidak ingin tampil apa adanya. Seperti perasaannya, bahwa jika perempuan terluka, maka ia mudah memaafkan tapi sulit melupakan yang dialaminya.
Dan ketika acara berlangsung, saya berusaha fokus pada penyampaian pemateri. Namun uniknya, topik yang diuraikan adalah mengenai serangan jantung. Sementara tanpa pemateri tahu, saya terasa seperti serangan jantung karena berada dekat dengan perempuan bak artis ibu kota ini. Saya tidak sedang memuji, tapi demikian lah kenyataannya.
Tapi saya memendam kekaguman pada perempuan-perempuan ini. Di tengah kurangnya minat orang mengikuti kegiatan seperti ini, mereka nampaknya perkecualian. Terlebih kegiatan ini dilakukan di malam minggu. Sehingga sebagian perempuan di luar sana, lebih memilih menghabiskan akhir pekan bersama orang terkasih ketimbang mengikuti kegiataan seperti ini.
Pada mereka saya menaruh hormat karena bersedia duduk disamping pemuda pengangguran seperti saya. Mungkin mereka tidak tahu bahwa saya adalah pemuda yang suka jalan-jalan. Bahkan suka lari, terlebih lari dari masalah. Namun duduk di dekat mereka mungkin bukanlah suatu masalah. Karena terlihat dari raut wajah mereka nampaknya mereka adalah perempuan yang sangat periang dan penuh dengan optimisme.
Namun sayang, perjumpaan kami hanya selama kegiatan berlangsung. Usai acara, kami pun memilih pulang ke habitat masing-masing. Maksudnya ke rumah masing-masing. Dan pada pemilik semesta saya bermunajat, semoga kelak bisa bersua kembali perempuan-perempuan yang membuat hati saya terpesona ini.
Tapi saya bersyukur kami sempat tukaran nomor handphone sebelum berpisah. Bahkan foto bareng dengan senyum sumringah di depan camera. Sehingga ada banyak alasan untuk saling berbagi kabar kala kerinduan menghujani hati.