Mataram, Fokus NTB – Sebagian wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat masuk kategori rentan pangan karena belum terpenuhinya empat dari 11 unsur ketahanan pangan.
“Kategorinya rentan pangan, bukan rawan pangan,” kata Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi NTB Hj Hunanidiaty Nurdin di Mataram, Selasa (6/11).
Ia mengatakan, empat unsur tersebut adalah masih tingginya angka kemiskinan, belum semua masyarakat mendapat akses listrik, masih ada bayi lahir berat badannya tidak normal dan masih ada perempuan buta huruf.
“Ini yang menjadi faktor penyebab sebagian wilayah masih rentan pangan. Dari 14 unsur ketahanan pangan, 10 telah terpenuhi, hanya empat unsur lainnya yang belum terpenuhi, sehingga sebagian wilayah NTB masuk kategori rentan pangan, tetapi bukan rawan pangan,” katanya.
Dari 114 kecamatan di Provinsi NTB, menurut Husnanidiaty, lebih dari 40 persen masuk kategori rentan pangan, sementara 60 pesen kondisi ketahanan pangannya cukup baik.
Ia mengatakan, NTB telah memiliki peta ketahanan pangan dan ini bisa dijadikan acuan oleh bupati/kota dalam menyusun peta ketahanan pangan. Dalam peta ketahanan dan kerentanan pangan sudah dicantumkan secara rinci.
Menurut dia, peta tersebut diharapkan dapat digunakan dalam menyusun penanganan ketahanan pangan di masing-masing kabupaten/kota. Peta ketahanan dan kerentanan pangan sudah dibuat pada 2010, bahkan sampai tingkat kecamatan.
Di beberapa kabupaten peta ketahanan dan kerentanan pangan tersebut sudah digunakan, seperti di Kabupaten Lombok Utara dan Lombok Timur yang hasilnya cukup menggembirakan.
Ia mengatakan, berbagai faktor yang menyebabkan kerentanan pangan itu sudah ditangani pemerintah, tinggal masalah listrik. Hampir semua desa di NTB telah mendapat pelayanan listrik PLN, namun belum semua rumah mendapat penerangan.
“Ini yang sekarang ini sedang ditangani pemerintah, termasuk masalah penanganan kemiskinan, kita termasuk provinsi yang progresif dalam penanganan kemiskinan karena relatif cepat, bahkan masuk urutan enam secara nasional,” kata Husnanidiaty.
Mengenai perempuan buta huruf sebagai faktor penyebab rentan pangan, menurut dia, karena mereka yang buta huruf akan berdampak terhadap pola asuh anak yang kemudian menimbulkan kasus gizi buruk.
Menurut dia, kalau pola asuh baik, para ibu bisa memberikan makanan yang memenuhi asupan gizi, maka tidak akan menyebabkan munculnya kasus gizi buruk.
Salah satu indikator ketananan pangan itu adalah tidak adanya bayi di bawah lima tahun (balita) yang menderita gizi buruk.
“Kita terus berikhtiar mengatasi wilayah yang masuk kategori rentan pangan di NTB agar tidak berkembang menjadi rawan pangan,” kata Husnanidiaty.