ILHAM AKBAR
Ketua Rayon PMII Al Hikam Fakultas Hukum Universitas Samawa (UNSA)
“Pengawas Pemilu, Tonggak Demokrasi Bangsa
Bersama Badan Pengawas Pemilu
Kita Tegakkan Keadilan Pemilu”
Kira – kira seperti itulah sepenggal bunyi lagu Mars Bawaslu yang sering dinyanyikan dalam berbagai acara kegiatan pengawas kepemiluan.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merupakan
Lembaga Penyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di berbagai tingkatan pada seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penting untuk diketahui pendirian Bawaslu dilatarbelakangi adanya krisis kepercayaan publik dalam pelaksanaan pemilu.
Dalam sejarah Kepemiluan di Indonesia, istilah pengawasan pemilu sebenarnya baru muncul pada era 1980-an. Pelaksanaan Pemilu pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada 1955, namun belum dikenal istilah pengawasan Pemilu. Pada era tersebut, terbangun trust di seluruh peserta dan warga negara tentang penyelenggaraan Pemilu yang dimaksudkan untuk membentuk lembaga parlemen yang saat itu disebut sebagai Konstituante.
Kelembagaan Pengawas Pemilu baru muncul pada Pemilu 1982, dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak Pemilu). dilatari dengan munculnya protes-protes terkait banyaknya kecurangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh para petugas pemilu pada Pemilu 1971. Pada saat itulah muncul distrust terhadap pelaksanaan Pemilu yang dicurangi oleh kekuatan rezim penguasa.
Dinamika kelembagaan pengawas Pemilu ini terus berlanjut hingga terbitnya Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang menguatkan kelembagaan ini dengan mewajibkan dibentuknya Bawaslu di setiap Kabupaten / Kota.
Dalam mempermudah dan mendukung dalam giat kerja pengawasan dan penindakan Pemilu, Bawaslu Kabupaten / Kota diberikan wewenang dalam membentuk Badan Ad Hoc di tingkat Kecamatan dan Kelurahan / Desa sebagaimana aturan main yang diatur dalam Undang – Undang Pemilu dan Peraturan Bawaslu sendiri.
Adapun persyaratan yang harus dipenuhi apabila seseorang ingin menjadi Pengawas Pemilu ditingkat Kecamatan ataupun Kelurahan / Desa diatur secara rinci pada pasal 117 Undang – Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Perbawaslu Nomor 19 Tahun 2017.
Adapun beberapa Syarat yang harus di penuhi antara lain :
- Warga Negara Indonesia;
- Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang –
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 - Mempunyai Integritas, Kepribadian yang kuat, jujur, dan adil
- Bersedia mengundurkan diri dari jabatan politik, jabatan pemerintahan, dan/atau badan usaha milik
negara/badan usaha milik daerah selama masa
keanggotaan apabila terpilih.
Merespon Fenomena Di Kabupaten Sumbawa
Melihat fenomena di Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang pada saat ini dihebohkan dengan terkuaknya kecurangan dan permainan kotor yang dilakukan oleh Bawaslu Kabupaten Sumbawa dalam hal perekrutan Panwascam ataupun PKD yang di duga melanggar aturan sebagaimana yang diatur Undang – Undang Pemilu tentunya ini menjadi tamparan keras bagi jalannya demokrasi kita pada hari ini.
Bawaslu yang secara kelembagaan resmi mengkampanyekan ajakan partisipasi masyarakat dalam mengawal proses pemilu ternyata Bawaslu Sendiri Pula yang melanggar aturannya. Tentunya ini menjadi suatu hal yang memalukan dan hina mengingat tugas, fungsi dan wewenang dari Lembaga Bawaslu sendiri yang di gaungkan sebagai penegak keadilan pemilu.
Dan yang paling penting tentunya dengan dengan terkuaknya dugaan kecurangan ini Bawaslu Kabupaten Sumbawa telah melakukan pelecehan demokrasi dan merusak kepercayaan publik.
Penulis menyarankan kepada para Komisioner Pimpinan Bawaslu Kabupaten Sumbawa untuk segera bertaubat secara serius.
karena dosa besar terutama dosa kepada para syuhada pejuang demokrasi telah memupuk di pundakmu.