Foto Ketua Umum FPPK Pulau Sumbawa Abdul Hatap (Ist.)
Sumbawa, Siasat.ID – Ketua Umum Front Pemuda Peduli Keadilan Pulau Sumbawa (FPPK-PS), Abdul Hatap meminta Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Sumbawa tidak melakukan dugaan kongkalikong atau main mata terhadap laporan masyarakat.
“Menjadi pertanyaan terhadap Jaksa Kabupaten Sumbawa, dimana ada dua laporan yang diajukan oleh lembaga FPPK-PS hilang tanpa ada kabar lagi, apakah laporan tersebut masuk dalam sampah atau laporan hanya dimainkan mata saja,” tegas Hatap, Kamis (27/10).
“Bahwa laporan dugaan pungutan liar (pungli) Rusunawa Unter Katimes, oleh oknum DPRKP kabupaten Sumbawa sampai hari ini belum ada perkembangan dari aparat penegak hukum (APH) Kejaksaan Negeri Sumbawa,” beber Hatap.
“Kemudian laporan dugaan tindak pidana korupsi kolusi dan nepotisme (KKN ) dana hiba Rp 1.876.000.000 belum juga ada perkembangan penyilidikan dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Sumbawa,” tambah Hatap.
Masih Hatap sapaan akrabnya, dugaan pungutan liar yang dilakukan oleh oknum DPRKP Kabupaten Sumbawa sudah jelas bahwa belum dilakukan serah terimanya aset berupa bangunan Rusunawa kepada pemerintah sumbawa oleh kementetian PUPR, namun sampai dengan hari ini masih dilakukan adanya praktek pungli tanpa ada pasar hukum.
Lanjut Hatap, sama dengan anggaran hibah yang diberikan kepada ormas, LSM dan lembaga sangat bertentangan dengan Undang-Undang Mendagri.
“Dimana ormas dan lembaga yang menerima hibah tersebut terdiri dari 18 ormas dan 5 yang terdaftar Rp.431.000.000. dan 13 lembaga yang tidak terdaftar secara hukum Rp.1. 445.000.000, baik di pusat maupun di Kesbangpol Kab. Sumbawa,” jelas Hatap.
“Jadi catatan berat bagi kami Kejaksaan Negeri Kabupaten Sumbawa ada apa dan kenapa kedua laporan tersebut belum ada perkembangan penyilidikannya,” tegas Hatap.
Dalam hal ini Lembaga FPPK-PS meminta oknum Jaksa tidak bermain mata dengan hal tersebut dan Inspektorat Kabupaten Sumbawa juga seakan – akan menutup mata dan masa bodoh dengan kedua kasus tersebut, sementara bagi kami bukan orang bodoh dan tidak mengerti hukum mampu menganalisa terkait dengan dana hibah yang disalurkan tersebut.
“Contohnya 5 ormas dan lembaga yang terdaftar secara hukum tentunya layak menerima dana hibah tersebut Rp 431.000.000 karena terpenuhi secara administrasi, terus bagaimana dengan 13 ormas dan lembaga senilai Rp 1.445.000.000 tidak terdaftar baik dipusat maupun didaerah kenapa laporan didiamkan oleh Jaksa,” tutup Hatap. (Red)