Oleh: Dexa Ramadhani, Mahasiswa Kedokteran Hewan UWKS Angkatan 2021.
Senin (18/11/2024) lalu DPR RI melakukan pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan diajukan ke dalam program legislasi nasional (prolegnas). Dalam hal ini terdapat 217 Rancangan Undang-Undang yang diajukan dan salah satu Undang-Undang tersebut mengenai Pelarangan Kekerasan Terhadap Hewan Domestik dan Pelarangan Perdagangan Daging Anjing dan Kucing, dimana RUU ini diajukan oleh NGO JAAN Domestic kepada DPR RI untuk dimasukkan kedalam agenda prolegnas 2025-2029.
Namun RUU ini malah menuai polemik di internal DPR RI dimana mendapat penolakan dari anggota DPR RI Fraksi Golkar Bapak Firman Subagyo yang menyatakan bahwa RUU ini tidak logis dan kita juga perlu memperhatikan masyarakat yang menjual serta mengonsumsi daging hewan tersebut, Firman Subagyo juga menyatakan NGO yang mengusulkan RUU ini tidak punya value bagi partai politik dan menghimbau untuk menghiraukan RUU yang diajukan.
Selain mendapat penolakan RUU ini juga mendapatkan dukungan dari anggota DPR RI Fraksi Nasdem Bapak Rajiv yang menyatakan sudah saatnya kita melakukan pelarangan konsumsi hewan non-pangan seperti anjing dan kucing.
Menyikapi penolakan RUU tersebut para aktivis dan pecinta hewan dari Dog Meat Free Indonesia (DMFI) langsung melakukan aksi damai.
Aksi damai digelar hari Kamis (21/11/2024) hal ini untuk memperjuangkan RUU dalam prolegnas serta mendesak penghentian perdagangan serta konsumsi daging anjing dan kucing.
Saya pribadi sebagai Mahasiswa Kedokteran Hewan sangat mendukung penuh dengan kehadiran RUU ini, dimana RUU ini salah satu langkah yang tepat untuk peningkatan kesejahteran hewan serta mendorong kesehatan masyarakat veteriner yang lebih baik lagi kedepannya.
Dengan pernyataan yang dilontarkan oleh Bapak Firman Subagyo bukanlah sebuah landasan yang kuat untuk dilakukan penolakan RUU ini.
Apabila kita berbicara mengenai kesehatan serta manfaat dari daging anjing dan kucing apakah selama ini sudah ada hal yang benar-benar membuktikan mengenai kesehatan dari konsumsi serta manfaat daging hewan tersebut, bahkan jika kita melihat dari sudut pandang kesehatan resiko penyebaran penyakit zoonosis seperti rabies sangat berpotensi meningkat akibat proses perdagangan yang sangat tidak manusiawi serta konsumsi daging anjing dan kucing yang dilakukan.
Menurut saya sudah saatnya negara kita Indonesia juga melakukan pelarangan konsumsi daging hewan non pangan seperti anjing dan kucing sama halnya yang sudah dilakukan di negara lain seperti Korea Selatan. Hal ini guna memperhatikan kesejahteraan hewan dan kesejahteraan masyarakat veteriner yang tentunya akan lebih terjamin. Di Indonesia ini sebenarnya tak kekurangan hewan pangan yang sudah jelas manfaat serta kesehatannya karena telah melalui berbagai tahapan pengecekan kesehatan sebelum diedarkan.
Sebenarnya masih banyak PR yang harus diselesaikan mengenai bidang kesehatan hewan karena landasan hukum kita sangat lemah hingga saat ini masih terpaku pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan. Sudah saatnya regulasi kita diperjelas dan tentunya spesifik sesuai kebutuhan seperti halnya membedakan hewan pangan maupun non-pangan.
Langkah yang bisa dilakukan supaya masyarakat kita sadar mengenai pentingnya memperhatikan kesejahteraan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner dengan peningkatan edukasi dan kampanye kesadaran mengenai bahaya konsumsi daging hewan non-pangan, baik dari sisi kesehatan maupun etika agar hal ini dapat diterima luas oleh masyarakat. “Besarnya suatu bangsa dapat dinilai dari cara mereka memperlakukan hewan.” (Mahatma Gandhi). Semoga kedepan Indonesia lebih peduli terhadap kesejahteraan hewan.