Mimika – Dalam rangkaian kampanye Pilkada Kabupaten Mimika 2024, tim relawan pasangan calon bupati nomor urut 1, Johanes Rettob dan Emanuel Kemong, tampaknya melakukan pelanggaran serius terhadap aturan kampanye yang berlaku.
Mereka mengajak anak-anak untuk terlibat secara aktif dalam kampanye dengan menggunakan gestur angka satu, yang merupakan simbol nomor urut pasangan calon tersebut. Padahal, keterlibatan anak-anak dalam kampanye jelas dilarang oleh undang-undang.
Aturan Kampanye yang Dilanggar
Melibatkan anak-anak dalam kegiatan kampanye merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pada Pasal 280 ayat (2) disebutkan bahwa:
“Pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang mengikutsertakan: a. Pejabat negara, pejabat daerah, aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, perangkat desa, dan/atau anggota badan permusyawaratan desa. b. Warga negara Indonesia yang tidak memiliki hak pilih.”
Anak-anak, yang belum mencapai usia 17 tahun dan belum memiliki hak pilih, termasuk dalam kategori warga negara yang tidak boleh terlibat dalam kegiatan kampanye politik. Keterlibatan mereka, meskipun hanya dengan gestur sederhana seperti menunjukkan angka satu, tetap dianggap sebagai pelanggaran hukum.
Ancaman Hukum bagi Pelanggaran
Sanksi bagi pelanggaran aturan kampanye diatur dalam Pasal 521 Undang-Undang Pemilu yang menyebutkan:
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan yang melanggar larangan pelaksana, peserta, dan tim kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000 (dua puluh empat juta rupiah).”
Jika terbukti bahwa relawan Johanes Rettob dan Emanuel Kemong mengajak atau melibatkan anak-anak dalam kegiatan kampanye, mereka dapat dikenakan hukuman pidana berupa penjara hingga dua tahun dan denda hingga Rp 24 juta.
Dampak Etis dan Politik
Selain ancaman hukum, tindakan melibatkan anak-anak dalam kampanye politik juga memiliki implikasi etis yang besar. Anak-anak tidak seharusnya menjadi alat politik bagi calon kepala daerah. Keterlibatan mereka dalam kegiatan kampanye, meskipun tidak secara langsung memahami konteks politik, dapat dianggap sebagai bentuk eksploitasi yang merugikan perkembangan psikologis dan sosial mereka.
Selain itu, tindakan ini dapat merusak citra pasangan calon di mata pemilih yang menginginkan pemilu yang bersih, adil, dan beretika. Ketidakpatuhan terhadap aturan kampanye dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap integritas pasangan calon tersebut dan memengaruhi elektabilitas mereka dalam proses pemilihan.
Setiap peserta pemilu, baik calon maupun tim sukses dan relawan, memiliki tanggung jawab besar untuk mematuhi aturan yang berlaku. Melibatkan anak-anak dalam kampanye tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga dapat memberikan dampak negatif terhadap keberlangsungan proses demokrasi yang sehat. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk menjalankan kampanye secara etis, adil, dan sesuai dengan peraturan, demi menjaga kepercayaan publik dan menciptakan proses pemilu yang bersih dan berintegritas.