oleh Suradin, penulis pembelajar.
Dia nampak ceria seperti yang lain. Ia larut dalam kegembiraan dalam perayaan yang disuguhkan oleh pihak sekolah. Sapuan lipstiknya membuat ia sangat terpesona di pandang. Tatapannya sesekali menjurus ke semua arah. Di amatinya semua yang hadir. Di pandangnya dengan penuh antusias.
Tak bosan menatapnya yang tampil bak artis ibu kota. Sapuan lipstik di bibirnya yang mulus menambah semangat untuk memandangnya. Di bawah pohon rindang, di depan salah satu ruang kelas ia duduk bersama teman-temannya. Entah alumni tahun berapa, semesta enggan memberi jawaban.
Ingin diriku bergegas lalu memberanikan diri menghampirinya. Mengajaknya berbincang walau hanya sejenak sekedar ingin mengetahui nama dan nomor handphonenya. Mungkin dengan itu, usai acara aku bisa menghubunginya lalu berbagi cerita tentang perayaan yang mengharu biru di sekolah.
Tapi nampaknya aku tak punya nyali untuk menyambanginya. Aku memang tidak memiliki rekam jejak mendekati perempuan. Nyaliku seketika luntur ketika ingin berbincang dengan perempuan yang aku tidak kenal. Terlebih perempuan serupa artis Youtube Bulan Sutena seperti dirinya.
Kekhawatiran seketika menyelimuti sekujur tubuh. Membuat jantung bergetar serupa mesin paruk kelapa milik tetangga di samping rumah. Bergetar tak karuan, walau inginku begitu besar untuk mendekatinnya. Namun aku masih dihinggapi kekahwatiran. Jangan – jangan aku ditolak jika berani mengajaknya ngobrol.
Jadilah saya hanya memandangnya dari kejauhan. Memendam ingin yang tak terlampiaskan. Hanya bisa mengagumi pesonanya yang menakjubkan. Mendamaikan hati bersama dengan keriuhan perayaan hari jadi sekolah. Sungguh bahagia jika bisa bersama dengannya. Duduk disampingnya sembari melepas pandang pada semua yang hadir. Lalu sesekali meliriknya. Memandang matanya yang sebening kaca, seindah rembulan.
Awalnya aku tak menyangka ada perempuan secantik dirinya yang pernah menimba ilmu di sekolah ini. Andaikan aku tahu, mungkin aku bisa memilih jalan untuk satu kelas dengannya. Mungkin dengan itu, aku bisa menjadi murid yang rajin untuk masuk sekolah. Dia akan menjadi magnet menggerakan setiap langkah untuk tetap ada di ruang kelas. Jika pun dirinya berada di bawah angkatanku, maka aku akan siap menunggu. Menantinya dengan sepenuh hati.
Tapi sayang, aku tak banyak tahu tentangnya terkecuali satu hal; dia sama-sama alumni seperti diriku. Hari ini kami sama-sama hadir memeriahkan acara sekaligus bersua dengan teman-teman angkatan. Bukan angkatan bersenjata ya. Semua angkatan hadir di acara ini. Wajar meriah dan heboh. Lingkungan sekolah disesaki oleh mereka yang menyandang predikat alumni. Hadir demi mengenang kembali masa-masa indah di masa lalu. Menjiarahi momen-momen yang pernah tercipta bersama yang lain kala itu.
Saat ini kami merayakan kebersamaan, karena pernah sama-sama lahir dari rahim sekolah yang sama. Kebersamaan ini menjadi anugerah karena bisa berkumpul dalam satu momen yang tentunya belum pernah terjadi sebelum – sebelumnya. Dan mungkin itulah menjadi alasan sebagian besar alumni meluangkan waktu untuk hadir dan merayakannya bersama. Jika pun sebagian masih tenggelam bersama kesibukkannya, sehingga tak memungkinkan untuk bersemai rindu dalam kebersamaan ini.
Sementara di sini, masih memendam kekaguman akan pesona yang terpancar dari seorang perempuan sedari tadi menyita perhatianku. Dia yang tak bosan dipandang. Menatapnya memberi kedamaian hati yang sedang kalut. Tampaknya biarkan kekaguman ini aku pendam saja. Membawanya dalam larung mimpi yang tak berkesudahan. Menjadi bunga-bunga tidur yang menghiasi malam. Merindukan tanpa sepengetahuannya nampaknya hal yang begitu menyenangkan.
Dia yang di sana, tahukah engkau saat ini aku sedang memendam rindu untukmu. Dan siapakah gerangan perempuan yang di maksud? Di sini masih merahasiakannya. Tapi yang pasti, dia tepat menjadi pendamping hidup bagi lelaki brengset seperti diriku.