Oleh Suradin
Sembilan belas tahun bukanlah waktu yang singkat. Kita telah berjalan sejauh ini, sejak menyelesaikan studi di bangku sekolah. Sejak kita masih mengenakan seragam abu-abu. Pada masa dimana kendaraan tidak sebanyak sekarang. Jika pun ada yang memiliki kendaraan, masih dihitung dengan jari. Biasanya menaiki kendaraan umum, baik yang menuju kota Kabupaten maupun dari arah sebaliknya.
Ketika itu, teman-teman dari Desa Ranggo bahkan yang dekat dengan kota Kabupaten seperti Desa Kareke, memilih menimba ilmu di sekolah ini. Sekolah yang menjadi kendaraan bersama dalam menggapai mega-mega pengetahuan. Masa-masa itu pula kita masih sering berjalan kaki. Menyusuri jalan sejauh mata memandang di bawah terik matahari yang menyengat kulit. Kalau ada mobil pengangkut batu yang lewat, bisalah melambaikan tangan meminta tumpangan.
Uang belanja kala itu, tidaklah seberapa besar nominalnya. Cukup untuk mengganjal perut di kanting belakang sekolah. Bahkan yang sedikit nakal, mengambil lebih jualan ibu kantin tanpa sepengetahuannya. Kadang bukan satu orang yang melakukannya, tapi itu cukup membuat keseruan di antara yang lain.
Dan ketika bunyi bel berdering dari arah ruang TU tanda jam istrahat, kita bergegas menuju kantin. Tak peduli apakah ada kesiapan menerima mata pelajaran selanjutnya. Yang terpenting menikmati jam istirahat terlebih dahulu. Menikmati kepenatan karena terlalu lama guru berada di dalam ruangan. Kita memiliki semangat istirahat untuk berleha-leha di luar ruang, ketimbang berada di dalam kelas. Apa lagi mata pelajaran yang menguras otak untuk berpikir.
Sembilan belas tahun sudah kita berjalan dengan pilihan masing-masing. Sejak itu, kita telah berpisah jauh. Jika pun pernah bertemu, tak sebanyak dulu lagi. Di sekolah sana kita pernah menggoreskan kenangan dengan pena harapan kelak kita bisa kembali berkunjung. Melihat kembali tempat-tempat terbaik yang pernah kita urai dengan kenangan. Ruang – ruang kelas yang menampung tingkah kita yang kini berkelindan seiring berjalannya waktu.
Jika tembok, kursi dan meja berkisah. Maka amatlah banyak yang bisa menguap ke permukaan. Lalu mengkisahkan masa indah dan bahkan kekonyolan yang pernah kita lakukan. Jika pun itu di tulis, tak cukup lembaran – lembaran putih menampung semua yang berserak. Terlalu banyak hal yang pernah kita urai bersama.
Sehingga akan banyak alasan untuk merencanakan sebuah pertemuan. Tidak saja hanya untuk mengenang labirin kenangan. Tapi sebuah ungkapan perasaan yang selalu merindu akan perjumpaan. Sesuatu yang amat berharga jika itu bisa ditunaikan, karena kesibukan yang mendera pada masing-masing kita. Namun akan selalu ada celah di balik gerak langkah yang tak pernah henti.
Kita telah memilih jalan masing-masing setelah sembilan belasan tahun lamanya. Dan ketika kabar bahwa sekolah akan merayakan hari jadinya, kita lalu menyambut dengan penuh antusias. Informasi itu kemudian berjejaring hanya untuk memastikan semuanya mengetahui. Lalu menaruh harapan semuanya bisa datang dan berjumpa kembali.
Namun demikian kenyataannya, harapan tidak selalu berbanding lurus dengan kenyataan. Yang hadir hanya seberapa orang. Tapi tak menyurutkan gerak langkah untuk mengambil bagian pada momen yang bersejarah ini. Kita sadar ada banyak yang ingin mengambil bagian, namun karena deru kesibukan yang datang mendera bahkan terkesan tiba-tiba sehingga membuat harapan pupus.
Tak apalah kawan, akan ada waktu yang tepat untuk kita bersemai rindu. Izinkan kami saja yang menjiarahi kenangan di sekolah tercinta. Biarkan rindu dan kenangan ini akan kami sampirkan pada pusara masa lalu di sekolah yang kami sambangi. Tak akan mengurangi sedikit pun kerinduan pada sekolah dimana kita pernah menggantungkan cita-cita di masa itu.
Di sini kami yang mewakili hanya bisa menaruh harapan, semoga kelak kita bisa berjumpa di sela-sela kesibukan masing – masing. Karena ada rindu dan kenangan yang belum benar-benar tuntas untuk dikisahkan.
Salam hangat buat kita semua, karena nggak ada loe nggak rame.