Sumbawa Besar, Fokus NTB – Praktisi hukum Surahman MD, SH, MH angkat bicara terkait tudingan terhadap salah seorang tokoh Nasional Prof Din Syamsuddin, dirinya tidak sepakat bahkan terlalu ceroboh dengan adanya tuduhan dari Gerakan Anti Radikalisme Alumni Institut Teknologi Bandung (GAR ITB) yang melaporkan adanya dugaan pelanggaran kode etik dan kode perilaku Prof Din Syamsuddin ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
Menurut Man, sapaan advokat muda ini, meminta untuk tidak sembrono dan gegabah dalam menilai seseorang radikal yang walaupun sifatnya Praduga Tak Bersalah, karena pada faktanya Prof Din Syamsuddin yang kita kenal selama ini sebagai tokoh nasional tidak pernah melakukan hal-hal yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, apalagi beliau tidak pernah menghalangi program pemerintah dalam hal pelayanan kepada rakyat di Republik Indonesia ini yang meskipun dirinya secara politik berseberangan bukan berarti radikal, jelasnya ke Fokus NTB (15/2)
Lanjut Surahman bahwa, selama ini yang kita tahu sepak terjang Prof Din Syamsuddin, beliau sebagai seorang Profesor yang memiliki seluruh tools dan metodologi dalam memahami akar dari berbagai subjek dan disiplin ilmu, apalagi terkait agama dan kebangsaan. Pengalaman yang menempa Prof Din dengan sangat sempurna untuk memiliki pemahaman yang utuh dalam memahami relasi agama dan negara serta peradaban barat dan timur. Beliau menyelesaikan studi di Pondok Modern Darusalam Gontor, Strata Satu di UIN Syarif Hidayatullah serta Master dan Phd di California University. Pikiran beliau selama ini telah menjadi jembatan pengertian yang mendamaikan peradaban pengetahuan timur dan barat, dengan berbagai ragam konflik di dalamnya, jelasnya.
Maka untuk itulah Prof Din memiliki pergaulan internasional yang luas dan telah menjadi tokoh dan duta perdamaian dunia. Para intlektual yang tidak memahami dan atau dangkal dalam pemikiran hanya bisa mengungkapkan kata radikal yang tidak pada tempatnya. Orang yang dangkal dalam berpikir terlalu banyak berbicara terkait sesuatu yang dia sendiri tidak memahami apa yang sedang dibicarakan.
Perlu diketahui pula di Pondok Modern Internasional Dea Malela, Prof Din telah dan sedang membangun generasi yang kuat dalam berpikir, kokoh dalam berpendirian, berkarakter dalam bersikap, dan terbuka dengan berbagai perbedaan. Prof Din adalah orang yang sudah dan sedang serta terus berbuat untuk membangun generasi bangsa yang berkarakter dengan tradisi berpikir yang terbuka dan komplek, agar tidak rapuh menghadapi problematika kebangsaan dan keagamaan di era post truth. Era di mana kita menyaksikan orang orang tak lagi memahami apa yang sedang dibicarakan, jangankan untuk memahami orang lain, jelasnya.
Lebih jauh kita kenal Prof Din Syamsuddin sebagai figur dan tokoh nasional dan dunia dalam isu perdamaian dan kemanusiaan yang universal. Betapa ruginya Indonesia, jika seorang tokoh yang dikenal dunia sebagai simbol perdamaian dan telah berkonstribusi besar dalam berbagai konflik dunia justru dikucilkan oleh segelintir orang di negaranya sendiri. Dan negara harusnya mengambil untung dari keberadaan dan pergaulan internasional Prof Din Syamsuddin yang telah menjadi duta dunia. Dan pada faktanya Indonesia selama ini telah diuntungkan dari berbagai aktivitas beliau di dunia Internasional, ungkapnya.
Prof Din Syamsuddin juga aktif dalam dialog antar agama dan peradaban, bahkan sampai sekarang menjadi President of Asian Conference on Religions for Peace/ACRP yang berpusat di Tokyo, dan Co-President of Religions for Peace International yang berpusat di New York. Dalam kapasitas ini, Din Syamsuddin diundang berpidato di PBB mewakili Islam dalam rangka World Interfaith Harmony Week, dan pada konpererensi Organisasi Katholik Dunia di Assisi di hadapan Paus Fransiscus; Prof Din berpidato pada General Assembly World Jewish Congress di Buddapest; dan baru minggu lalu menjadi pembicara pada Perayaan Hari Persaudaraan Sedunia yg diadakan oleh The Higher Committee for Humanity Fraternity. Ada banyak lagi forum internasional yang dihadirinya sehingga ia banyak menerima penghargaan dari beberapa negara. Sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah dua periode berturut-turut (2005-2015), Ketua Umum MUI (2014-2015), dan Ketua Dewan Pertimbangan MUI (2015-2020), Prof. Din Syamsuddin dikenal sebagai tokoh Muslim moderat seperti wawasan keagamaan Muhammadiyah.
Dalam hal ini sebagai PELAPOR Prof. Din Syamsuddin yang mengatas namakan GAR Alumni ITB ke KASN agar Prof Din dipecat dari PNS jelas tidak memahami makna radikal dan radikalisme, karena pada konteksnya mereka belum tau sepak terjang daripada Terlapor atas nama Prof Din Syamsuddin, dan saya yakin laporan tersebut akan sia-sia serta sangat jauh dari unsur Pidana dan pemecatan sebagai PNS.
Maka bagi yg memahami dunia akademik dan pergerakan Islam, serta memahamai radikalisme secara benar, tentu tidak akan ceroboh menuduh Prof. Din Syamsuddin radikal. Jangan-jangan sikap menuduh orang lain sebagai radikal adalah sikap radikal itu sendiri ingin mencari panggung popularitas.
“Oleh karena itu, Saya sangat tidak setuju jika seseorang Tokoh Nasional dan Dunia langsung dilapor dan dikatakan sebagai radikal adalah sebuah hal yang sangat kerdil di mata rakyat, karena ini menyangkut Laporan bukan sebuah kritikan bagi seorang tokoh yang sudah berbuat banyak untuk Negara Republik Indonesia.
Dan saya yakin bahwa Pelapor Prof. Din Syamsuddin yang mengatas namakan GAR Alumni ITB ke KASN tidak melakukann klarifikasi dan tidak memahami tentang Radikal, karena disini sangat penting untuk dilakukan sebuah penelusuran tentang suatu kebenaran agar mendapatkan kerangka informasi yang valid,” pungkasnya. (Deds).