Ahmad Ikrom |
Jakarta, Siasat – Islam tidak mengenal istilah dosa turunan, semua anak yang terlahir sama-sama suci, tanpa dosa. Hal itu sudah disampaikan berkali-kali di pondok pesantren dan mimbar tabligh, kecuali di panggung demo. Pernyataan ini berkaitan dengan kasus yang dibesar-besarkan, seperti sikap terhadap HTI yang sudah ditaubatkan dan sikap terhadap keturunan PKI yang terus dicurigai karena dosa moyangnya.
“Maka jadi aneh jika ada agamawan melihat anak pendosa kemudian diberikan status dosanya, atau anaknya non muslim lalu di cap kafir. Terlebih di antara doktrin penting dalam Islam adalah dalam berbuat atau menyikapi tiap persoalan harus dengan arif dan adil,” ucap Ahmad Ikrom, pengasuh Majlis Mantiq Nusantara (30/6/2020).
Ahmad Ikrom menilai sebagian besar warga bangsa ini sudah memahami bahwa sentimen keagamaan itu biasanya akan muncul ditiap jelang pemilu. Hal itu sudah dianggap lumrah, dan biasa saja. Namun ada pepatah bahwa kesalahan yang diulang-ulang dan dianggap biasa akan dianggap menjadi sebuah kebenaran. Sehingga tiap ada gejolak persoalan di negeri ini, selalu diarahkan pada sentimen keagamaan.
Oleh karena itu, Majelis Mantiq Nusantara berharap semua pihak dapat bekerjasama menghindari konflik horisontal sesama anak bangsa. Jangan sampai konflik sosial politik seperti beberapa negara di Timur Tengah terjadi di Indonesia.
“Mari kita bangun bersama negeri ini tanpa mengecilkan peranan kelompok lain, sekecil apapun Kelompok itu. Adapun Kelompok yang menolak RUU HIP agar utamakan upaya konstitusional dan menahan diri untuk tidak memancing timbulnya konflik sosial,” sambung Ahmad Ikrom.
Pemerintah dan masyarakat harus fokus bekerja perbaiki dampak ekonomi pandemi covic 19, jangan tambah masalah yang tidak diperlukan oleh negara.
“Mari kita hidupkan warisan budaya kebaikan tolong menolong, gotong royong, dan saling menghormati dan sekaligus kita kubur cerita kelam dengan cara menghapus dendam sejarah dan menerima keadaan perbaikan untuk menata kemajuan bangsa kedepan,” pungkas Ahmad Ikrom. (A23)