Jakarta, Siasat – Tiga Direksi PT Liga Indonesia Baru (LIB), Sudjarno (direktur operasional) Rudy Kangdra (direktur bisnis), dan Anthony Chandra Kartawiria (direktur keuangan) akhirnya tidak tahan melihat perjalanan Direktur Utama PT LIB, Cucu Somantri. Mereka bertiga membuat surat mosi tidak percaya kepada pemilik saham PT LIB untuk segera melakukan tindakan penyelamatan.
Tiga orang ini kompak menyatakan bahwa pengelolaan PT LIB sebagai sebuah perseroan tidak dilakukan dengan cara-cara yang semestinya sebagaimana diatur oleh perundang-undangan di bidang Perseroan Terbatas, Anggaran Dasar Perseroan dan prinsip-prinsip Good Corporate Governance.
Pada surat tertanggal 4 Mei 2020, mereka mengungkapkan bahwa pengambilan keputusan perseroan banyak dimonopoli dan diputuskan secara sepihak oleh pejabat Direktur Utama, di antaranya kebijakan terkait HRD, keuangan, sponsor dan lain-lain tanpa melalui mekanisme rapat direksi sebagaimana mestinya. Surat ini juga ditembuskan kepada Ketua Umum PSSI, Wakil Ketua Umum, Exco, Plt Sekjen, dan Dewan Komisaris PT LIB.
“Bahwa praktek monopoli dan pengambilan keputusan secara sepihak tersebut telah menimbulkan keresahan di kalangan internal Perseroan dan dikhawatirkan dapat menimbulkan demoralisasi di kalangan karyawan serta berpotensi menimbulkan permasalahan hukum yang dapat merugikan Perseroan di kemudian hari,” kata tiga orang direksi tersebut (7/5/2020).
Selanjutnya, anggota Dewan Direksi Perseroan dengan ini menyangkal keterlibatan dan tanggung-jawab atas keputusan-keputusan yang dibuat secara sepihak oleh Direktur Utama tanpa sepersetujuan dan melalui Rapat Direksi sebagaimana mestinya.
“Menimbang hal-hal tersebut, para direksi memohon kepada Para Pemegang Saham Perseroan agar dapat segera menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa untuk meneliti pengaduan terkait keresahan di Internal Perseroan, melakukan evakuasi terhadap kepengurusan Perseroan serta untuk mengambil langkah-langkah penyelematan demi kebaikan Perseroan,” tulis mereka bertiga.
Jika pemegang saham PT LIB menyetujui surat ini, dapat dipastikan RUPS tak lama lagi segera digelar.
Seperti diketahui, PT LIB adalah perusahaan operator kompetisi Liga 1 Indonesia. Pemilik saham perusahaan tersebut adalah klub-klub peserta kompetisi. Kompetisinya sendiri milik PSSI.
Awalnya PSSI menguasai seluruh saham perusahaan pengelolaan itu, tapi di ujung era PSSI kepemimpinan Nurdin Halid pada satu dekade lalu diubah menjadi seperti saat ini. Perubahaan itu dimaksudkan agar para pemilik dalam ini klub peserta kompetisi bisa menjaga properti milik mereka sendiri.
Meski demikian, kompetisinya sendiri tetap milik federasi dalam hal ini PSSI. Seperti tertuang di Bab XII, Hak Kompetisi dan Acara, pasal 80, ayat 1: PSSI mengatur dan mengkoordinasi kompetisi resmi sepakbola yang diadakan di wilayahnya, sebagai berikut: a. Kompetisi Profesional dst.
Ayat 2: Komite Eksekutif dapat mendelegasikan kewenangan PSSI untuk menyelenggarakan kepada Liga yang berada di bawah PSSI dst.
Dalam pasal 81 dan 82, dijelaskan tentang Lisensi klub serta kepemilikan kompetisi dengan segala aspek yang timbul dan ditimbulkan. Di sana jelas bahwa PSSI dan Klub punya hak yang besar, termasuk keuangan.
Betul PT LIB adalah badan independen, tetapi semua perjalanan harus sejalan dengan kebijakan PSSI. Untuk itu, PSSI membentuk Komite tetap kompetisi untuk mengawasi seluruh kegiatan kompetisi dan pengelolaan kompetisi itu sendiri.
Ketiga direksi tersebut di atas, melihat Direktur Utama PT LIB sudah melampaui batas. Kesan yang muncul, ia merasa bahwa PSSI sama sekali badan yang berbeda. Untuk itu, tidak boleh mencampuri langkah dan kebijakannya.
Keliru
Dalam satu hal, bisa dibenarkan. Tapi dari sisi kepemilikan properti kompetisi itu, PSSI lah yang paling berhak sebagaimana pasal di atas. Bukti konkritnya adalah, hasil kompetisi yang dikelola PT LIB, dapat dibawa ke jenjang AFF (ASEAN), AFC (Asia), karena PSSI adalah anggota kedua badan sepakbola ASEAN dan Asia itu. Secara tegas menunjukkan bahwa PT LIB hanya pengelola dan bukan anggota AFF dan AFC. Tanpa PSSI hasil kompetisi PT LIB tak ubahnya kompetisi ‘tarkam’ alias tarikan kampung.
Pada sisi lain posisi Direktur Utama PT LIB yang dijabat oleh Cucu Somantri, merupakan kesalahan fundamental. Di satu pihak Cucu Somantrai selaku ketua Komite Kompetisi PSSI, sebagai fasilitator yang mengeluarkan kebijakan dan mengawasi aksi, tapi di sisi satunya sebagai Dirut PT LIB, pihak yang menjalankan kegiatan atau eksekutor. Artinya Cucu Somantri bertanggung jawab pada Cucu Somantri.
Jelas posisi ini keliru. Untuk itu, agar persoalan ini tidak bertambah kusut, PSSI harus segera kembali ke statuta. Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan juga harus legowo untuk meminta maaf atas kekeliruannya itu. Lebih baik salah sekarang dan memperbaiki diri, dari pada terus membiarkan kesalahan hingga berlama-lama.
Dengan kembali ke statuta, maka Cucu Somantri tidak lagi berada di PT LIB sebagai eksekutor, tetapi kembali pada posisi fasilitator atau pengawas, yakni Ketua Komite Kompetisi sebagaimana tertera dalam pasal 46, statuta. Diharapkan dengan begitu, maka PSSI tidak perlu lagi bersitegang dengan PT LIB.
Melampaui
Ketegangan memuncak setelah terbongkarnya dugaan nepotisme Direktur Utama. Pihak Cucu Somantri sendiri sudah membantah terkait putranya yang ditaruh di posisi strategis, General Manager. Tapi, ketiga direksi itu justru membuka seluruhnya ke publik. Intinya, sudah ada kewajiban PT LIB yang melekat dan dibayarkan ke GM.
Penunjukan itu melampaui batasnya sebagai Direktur Utama. Pengangkatan seseorang untuk posisi sepenting itu, harus melalui mekanisme rapat direksi. Rapatnya tak pernah dilakukan.
Tarik-menarik inilah yang makin hari makin memanas. Jadi, sangat wajar jika pada akhirnya ketiga direksi membuat surat mosi tak percaya dan meminta para pemegang saham untuk bertindak.