Mataram, Fokus NTB –Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan mengatakan, Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman hayati yang tinggi baik ekosistem daratan (terestrial) maupun laut (marine).
“Karena itu, maka pembangunan Indonesia ke depan harus berbasis kepada sumberdaya alam hayati dan dengan menggunakan pendekatan ekosistem (ecosystem approach),” katanya pada Rakernas Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) di objek wisata Senggigi, Selasa.
Ia mengatakan, artinya semua tindakan kegiatan untuk pembangunan harus mempertimbangkan dampaknya terhadap ekosistem. Dengan demikian maka pembangunan di sektor kehutanan ke depan harus mengandalkan unsur-unsur lingkungan hidup, yaitu ekosistem, spesies dan genetik.
Dia mengatakan, sumberdaya alam hayati yang ada di dalam hutan akan menjadi tumpuan dalam menjaga dan meningkatkan ketahanan nasional yang dimulai dari ketahanan dan kedaulatan pangan serta kesehatan, dan sumberdaya alam hayati menyediakan keduanya.
Menurut dia, ketahanan dan kedaulatan pangan ditopang oleh keaneragaman spesies dan genetik, sedangkan kesehatan oleh keanekaragaman ekosistem.
Untuk itu, kata Zulkifli, maka keberadaan sumberdaya alam hayati dalam rangka pengelolaan hutan berkelanjutan tentunya dijadikan referensi para generasi muda dalam menghadapi tekanan-tekanan globalisasi.
“Hal ini penting saya sampaikan karena adanya kecenderungan global yang memposisikan sumberdaya hutan Indonesia hanya difokuskan kepada kepentingan global terutama dalam kaitannya dengan kepentingan konservasi dan perubahan iklim global,” katanya.
Disisi lain, katanya, perlu disadari bahwa hutan Indonesia harus mampu menjadi pendorong pembangunan ekonomi bangsa ini dengan tetap memelihara keutuhan ekosistem hutan dan biodiversitasnya yang pada akhirnya akan meningkatkan kemakmuran rakyat.
Menurut dia, pengelolaan hutan berkelanjutan juga akan menjamin keberlangsungan pembangunan dan pertumbuhan sektor lain seperti pertanian, industri, perdagangan dan pariwisata. Dengan pemahaman tersebut, maka hutan harus dipandang sebagai sumberdaya yang utuh.
“Kita harus meninggalkan pandangan bahwa hanya kayu yang dapat dimanfaatkan dari kumpulan tegakan pohon. Hal ini membawa implikasi bahwa sistem ‘nilai dan etika’ yang mendasari pembangunan karakter bangsa harus berubah,” ujarnya.
Perubahan paradigma ini, menurut Zulkifli, sebagai anak bangsa untuk melakukan penyesuaian terhadap kerangka pikir dengan mendahulukan kepentingan bangsa dan negara melalui tiga pilar utama proses pembentukan karakter bangsa.
“Kita harus mampu menentukan dan mengembangkan sistem nilai serta etika yang mendasari proses perubahan kerangka pikir ini. Dalam kaitan ini saya berpendapat bahwa baik buruknya penentuan sistem nilai, sangat tergantung dari kualitas pendidikan setiap individu masyarakat yang sangat majemuk ini serta filosofi yang digunakan dalam mengembangkan sistem nilai,” kata Menhut. (Ant)